Kamis, 11 Juni 2009

Noor S. I : Rakaman Roh


Keberaniannya bermain kata menyebabkan dia digelar penyair kabur. Sebenarnya Noor S. I membangun makna dengan gayanya yang tersendiri. Di samping unsur-unsur puitis yang dipelihara dia juga berupaya bermain dengan kata-kata metafora yang signifikan dengan tuntutan zaman pada ketika itu. Dengan kecerdikan bahasa Noor S. I. melepaskan kekecewaan, geram, sindiran pada dunia di sekelilingnya yang kelihatan sempurna tetapi masih jauh dari realiti hidup yang sebenar. Ekspresi yang agak asing pada penulis-penulis ketika itu memungkinkan sajak-sajaknya sukar untuk difahami. Tetapi setelah meredah tahun-tahun di mana pembaca semakin matang, kita dapati sajak-sajak Noor S. I. ini tetap hidup sepanjang zaman. Meskipun sajak-sajaknya ditulis pada tahun 50-an dan 60-an, tetapi sajak-sajaknya terus bertahan hingga ke hari ini.

Saya petik sebuah sajak beliau yang berjudul,

Pulang

( i)
Ada setangkai malam dan wajah di depan
tenaga terbuka mengira seluruh rancangan
sayang, cermin muka di kamar. Tinggal mengutuk.

Ada sepasang mata dan nama jalan
kasih berbunga kepada bunda dan ciptaan
sayang, orang tua di pintu. Tinggal merajuk

(ii)
Sebuah hidup jauh di jendela
tertikam sinar dunia

Sebutir bintang jatuh ke dada
terbenam usia berwarna.

Saya suka memetik sajak-sajaknya yang seolah-olah menjadi identiti penulis, iaitu dengan menulis dua baris sahaja pada penutup kebanyakan sajak ciptaannya:

Kita anak yang puas dipacu
Menuju pembebasan di tanah ibu

Kesepian meremang di kamar berlari
Entahkan berteman di pematang sendiri

Demikian jika berani membawa api ke dunia gila
Keji dan puji ialah perhitungan di hari muka

Berlari harapan antara jeritan memanggil nama
Di usia bertambah tua dengan tangan kaku meminta

Aku bertandang di bawah dunia
Masa ‘kan gila

Jika takdirnya bersua lukanya berdarah
Sedang rancangan di kepala tak sempat tumpah

Hidup dan mati terhitung lepas
Cita dan cinta tinggal terhempas

Jika kita bersua di kota yang puing
Lakukan sahaja bintang di langit kuning

Sebutir bintang jatuh ke dada
Terbenam usia berwarna

Kalau lautan luas dan keinsafan mendatang
Tentu akan pulang di pagi mengambang

2 komentar:

Syaidul Azam Bin Kamarudin mengatakan...

salam ziarah,
1. biarlah dikatakan sajak kabur, pada saya, saya akan cuba memahami sedaya mungkin maksud hati penyair. Sekiranya saya gagal mengerti, sayalah yang tewas membaca hati penulisnya.
2. Kalau menang Hadiah Sastera Johor jangan lupakan warga DBPWS.

MARSLI N.O mengatakan...

Salam Sdr MK: Seperti selalu. Saya suka syorkan dilanjutkan lagi entri ini dan dikirim ke majalah Dewan Sastera.